Rabu, 22 April 2015

Madya Hari Ini - Spesial Kartini

Rabu, 22 April 2015



Kartini yang bernama lengkap Raden Ajeng Kartini, lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Peranan Kartini dalam konteks emansipasi atau kesetaraan antara Pria dan Wanita memang tidak dapat dilupakan oleh Kartini masa kini.

Berikut kami sajikan 10 Kartini Inspiratif Tahun 2015

Susi Pudjiastuti

Susi Pudjiastuti (lahir di Pangandaran, 15 Januari 1965; umur 50 tahun)adalah seorang Menteri Kelautan dan Perikanan dari Kabinet Kerja 2014-2019 yang juga pengusaha pemilik dan Presdir PT ASI Pudjiastuti Marine Product, eksportir hasil-hasil perikanan dan PT ASI Pudjiastuti Aviation atau penerbangan Susi Air dari Jawa Barat . Hingga awal tahun 2012, Susi Air mengoperasikan 50 pesawat dengan berbagai tipe seperti 32 Cessna Grand Caravan, 9 Pilatus PC-6 Porter dan 3 Piaggio P180 Avanti. Susi Air mempekerjakan 180 pilot, dengan 175 di antaranya merupakan pilot asing. Tahun 2012 Susi Air menerima pendapatan Rp300 miliar dan melayani 200 penerbangan perintis.

Susi yang lahir pada 15 Januari 1965 di Pangandaran. Ayahnya bernama Haji Ahmad Karlan dan ibunya bernama Hajjah Suwuh Lasminah, keduanya berasal dari Jawa Tengah, namun sudah lima generasi hidup di Pangandaran. Keluarga Susi memiliki usaha ternak, memperjualbelikan ratusan ternak dari Jawa Tengah untuk diperdagangkan di Jawa Barat. Kakek buyutnya adalah Haji Ireng, yang dikenal sebagai tuan tanah di daerahnya. Setelah mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP, Susi melanjutkan pendidikannya ke SMA Negeri 1 Yogyakarta, namun berhenti di kelas 2 karena dikeluarkan dari sekolah akibat keaktifannya dalam gerakan Golput

Retno Marsudi

Retno Lestari Priansari Marsudi (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 27 November 1962; umur 52 tahun adalah Menteri Luar Negeri perempuan pertama Indonesia yang menjabat dari 27 Oktober 2014 dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Sebelumnya dia menjabat sebagai Duta besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda di Den Haag.
Retno Marsudi lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 27 November 1962. Dia menempuh pendidikan menengah atasnya di SMA Negeri 3 Semarang sebelum akhirnya memperoleh gelar S1nya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada tahun 1985.[3] Ia lalu memperoleh gelar S2 Hukum Uni Eropa di Haagse Hogeschool, Belanda
Setelah lulus, ia bergabung dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia. Dari tahun 1997 hingga 2001, Retno menjabat sebagai sekretaris satu bidang ekonomi di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag, BelandaPada tahun 2001, ia ditunjuk sebagai Direktur Eropa dan Amerika.[3] Retno dipromosikan menjadi Direktur Eropa Barat pada tahun 2003.

Pada tahun 2005, ia diangkat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Norwegia dan Islandia. Selama masa tugasnya, ia memperoleh penghargaan Order of Merit dari Raja Norwegia pada Desember 2011, menjadikannya orang Indonesia pertama yang memperoleh penghargaan tersebut. Selain itu, ia juga sempat mendalami studi hak asasi manusia di Universitas OsloSebelum masa baktinya selesai, Retno dikirim kembali ke Jakarta untuk menjadi Direktur Jenderal Eropa dan Amerika, yang bertanggung jawab mengawasi hubungan Indonesia dengan 82 negara di Eropa dan Amerika

Retno kemudian dikirim sebagai Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda pada tahun 2012. Ia juga pernah memimpin berbagai negosiasi multilateral dan konsultasi bilateral dengan Uni Eropa, ASEM (Asia-Europe Meeting) dan FEALAC (Forum for East Asia-Latin America Cooperation)


Retno Lestari Priansari Marsudi (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 27 November 1962; umur 52 tahun adalah Menteri Luar Negeri perempuan pertama Indonesia yang menjabat dari 27 Oktober 2014 dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Sebelumnya dia menjabat sebagai Duta besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda di Den Haag.
Retno Marsudi lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 27 November 1962. Dia menempuh pendidikan menengah atasnya di SMA Negeri 3 Semarang sebelum akhirnya memperoleh gelar S1nya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada tahun 1985.[3] Ia lalu memperoleh gelar S2 Hukum Uni Eropa di Haagse Hogeschool, Belanda
Setelah lulus, ia bergabung dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia. Dari tahun 1997 hingga 2001, Retno menjabat sebagai sekretaris satu bidang ekonomi di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag, BelandaPada tahun 2001, ia ditunjuk sebagai Direktur Eropa dan Amerika.[3] Retno dipromosikan menjadi Direktur Eropa Barat pada tahun 2003.

Pada tahun 2005, ia diangkat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Norwegia dan Islandia. Selama masa tugasnya, ia memperoleh penghargaan Order of Merit dari Raja Norwegia pada Desember 2011, menjadikannya orang Indonesia pertama yang memperoleh penghargaan tersebut. Selain itu, ia juga sempat mendalami studi hak asasi manusia di Universitas OsloSebelum masa baktinya selesai, Retno dikirim kembali ke Jakarta untuk menjadi Direktur Jenderal Eropa dan Amerika, yang bertanggung jawab mengawasi hubungan Indonesia dengan 82 negara di Eropa dan Amerika

Retno kemudian dikirim sebagai Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda pada tahun 2012. Ia juga pernah memimpin berbagai negosiasi multilateral dan konsultasi bilateral dengan Uni Eropa, ASEM (Asia-Europe Meeting) dan FEALAC (Forum for East Asia-Latin America Cooperation)

Rini Suwandi

Rini Mariani Soemarno atau biasa dikenal Rini Soemarno (lahir di Maryland, Amerika Serikat, 9 Juni 1958; umur 56 tahun) adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara dalam Kabinet Kerja periode 2014-2019 oleh Presiden Jokowi sejak 26 Oktober 2014. Sarjana Ekonomi lulusan 1981 dari Wellesley College, Massachusetts, Amerika Serikat ini adalah termasuk salah seorang menteri yang diangkat dari kalangan profesional.[1] Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada Kabinet Gotong Royong tahun 2001 hingga tahun 2004.

Tahun 1982, setelah mendapat kesempatan bekerja magang di Departemen Keuangan AS, Rini memutuskan kembali ke Indonesia. Rini bekerja di Citibank Jakarta. Karirnya terus melesat hingga menggapai kursi Vice President yang menangani Divisi Coorporate Banking, Marketing and Trainning. Sukses di Citibank tak membuat Rini lantas berpangku tangan malah menginginkan tantangan yang lebih besar. Karena itu, pada 1989 ia kemudian memilih pindah ke PT Astra Internasional untuk dapat terus mengembangkan dirinya. Dengan filosofi ingin berkarya sebaik mungkin, Rini terus mendaki tangga sukses. Tahun 1990 karirnya di Astra Internasional berbintang terang. Tahun itu ia dipercaya William Soeryadjaya, komisaris perusahaan itu, menduduki kursi Direktur Keuangan Astra Internasional sampai 1998.

Awal 1998, Rini ditarik ke jajaran birokrasi. Ia dipilih Menteri Keuangan saat itu, Fuad Bawazier, untuk membantunya menjadi asisten bidang Hubungan ekonomi Keuangan Internasional. Di tahun yang sama, tepatnya bulan April, pemerintah juga mengangkatnya menjadi Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Dua jabatan itu hanya dijalani Rini dalam hitungan bulan. Ada banyak faktor eksternal yang membuat dirinya tidak bisa berkarya secara maksimal di sana. Rini mengundurkan diri dari dua jabatan tadi dan kembali ke Astra Internasional.

Rini kembali ke Astra saat perusahaan itu mengalami badai krisis ekonomi hampir membuat karam. Kerugian induk perusahaan otomotif terbesar di Indonesia itu pada semester pertama 1998 mencapai Rp 7,36 trilliun. Ketika itu, jika berkaca pada laporan Presiden Direktur Astra dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSBL) 8 Februari 1998, boleh dibilang perusahaan itu sudah bangkrut. Sahamnya sendiri di Bursa Efek Jakarta hanya bernilai Rp 225,- per lembar saham pada September 1998. Bandingkan dengan saat go public menjelang akhir 80-an yang mencapai belasan ribu rupiah.

Beberapa langkah segera Rini ambil, seperti program efisiensi usaha melalui pemotongan gaji jajaran eksekutif, penutupan jaringan distribusi yang kurang strategis, serta pengurangan 20 persen karyawan dari 100 ribu karyawan Astra saat itu. Selain itu, Rini juga mengajak karyawan menjadi bagian dari pemegang saham Astra sehingga kepentingan pemegang saham, perusahaan dan karyawan bisa selaras. Langkah lainnya adalah merestrukturisasi utang Astra Internasional yang mencapai US$ 1 milliar dan Rp 1 trilliun. Akibat langkah-langkah itu, keuntungan Astra untuk seluruh tahun 1999 mencapai Rp 800 milliar dari kerugian mencapai Rp 1,976 trilliun tahun 1998.

Namun, kerja keras dan prestasi Rini itu berbenturan dengan pemegang kebijakan. Kapal yang dinahkodainya dinilai Cacuk Sudaryanto, kepala BPPN yang baru, sebagai tidak kooperatif. Ini berkait dengan rencana BPPN melepas saham Astra yang dipegang pemerintah. Rini dinilai tidak memuluskan pelepasan saham itu karena tidak suka pada investor yang dipilih BPPN.

Rini sempat berang dengan tudingan itu dan mengirim surat kepada Presiden Abdurrahman Wahid. Isinya membantah apa yang diungkapkan Cacuk. Buntutnya terjadi silang pendapat soal rencana penjualan saham Astra dan penggantian dirinya. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa 8 Februari 2000, dua tahun setelah ia dipilih dalam ajang yang sama, Rini harus merelakan kursi Presiden Direktur Astra Internasional kepada Theodore Permadi Rachmat. Mantan atasannya ketika ia masih menjabat sebagai direktur keuangan perusahaan itu.

Lepas dari Astra tak berarti Rini habis. Rini masuk ke perusahaan multimedia Agrakom yang dikenal sebagai pemilik situs Detikcom sebagai komisaris.

Rini Soemarno merupakan menteri yang berasal dari partai. Kedekatannya dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri, membuat dia sering dikaitkan dengan partai berlambang kepala banteng itu. Namun, mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo membantah bahwa Rini adalah anggota atau kader partai. Menurut Tjahjo, Rini sudah dekat jauh sebelum menjadi Menteri Perdagangan dan Perindustrian era Megawati Soekarnoputri. Rini pun membenarkan perihal kedekatannya dengan Megawati. Rini menceritakan sejarah kedekatan ayahnya dengan Presiden Soekarno, ayah Megawati. Dia mengatakan kakak tertuanya seumuran dan bersahabat dengan Guntur Soekarnoputera (kakak Megawati). Kakak perempuannya satu sekolah dengan Sukmawati Soekarnoputri (adik Megawati). Namun secara pribadi, Rini mengaku tak banyak berinteraksi dengan mereka karena umur jauh berbeda. Setelah menjadi menteri, Rini baru intens berinteraksi dengan Megawati. Rini membantah kedekatannya dengan Megawati membuat dia terpilih menjadi Kepala Tim Transisi Pemerintahan Jokowi-JK.

Rossa

Rossa yang memiliki nama lengkap Sri Rossa Roslaina Handayani (lahir di Sumedang, 9 Oktober 1978; umur 36 tahun) merupakan penyanyi Indonesia yang melejit lewat tembang-tembang sendunya seperti Nada-Nada Cinta, Tegar, Hati Yang Terpilih, Atas Nama Cinta, Kini, Ayat-Ayat Cinta, Hey Ladies, Hati Yang Kau Sakiti, Tega, Cerita Cinta, Pudar, Takdir Cinta, Memeluk Bulan, Ku Menunggu, Tak Sanggup Lagi, dan Hijrah Cinta. Ia adalah mantan istri Yoyo, anggota band Padi. Rossa bernaung di bawah label rumah produksi Musica Studios (Musica) Jakarta. Selain dikenal sebagai Diva Indonesia, Rossa juga dikenal sebagai Pengusaha Karaoke Keluarga. Diva Karaoke Keluarga yang tersebar di selurih kota besar Indonesia turut membawa Rossa sebagai deretan pengusaha di Industri Hiburan Indonesia

Puan Maharani

Puan Maharani (lahir di Jakarta, 6 September 1973; umur 41 tahun)[1] adalah seorang politikus Indonesia yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Republik Indonesia pada Kabinet Kerja (2014–2019). Puan pernah menjabat sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI untuk tahun 2012 - 2014. Di DPR, Puan Maharani berada di Komisi VI yang mengawasi BUMN, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta anggota badan kelengkapan dewan BKSAP (Badan Kerjasama Antar Parlemen), dan juga sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR menggantikan Tjahjo Kumolo yang telah menjabat selama sembilan tahun.
Cucu dari Presiden pertama RI Soekarno dan anak dari Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri dari pernikahannya dengan Taufiq Kiemas ini sudah mengenal dunia politik sejak usia sangat muda. Ia merupakan Sarjana Ilmu Komunikasi lulusan Universitas Indonesia dan ia meneruskan tradisi politik dalam keluarga Soekarno.
Pada tahun 2006 Puan Maharani akhirnya mulai secara aktif terlibat dalam organisasi politik. Pertama menjadi anggota DPP KNPI Bidang Luar Negeri. Puan Maharani akhirnya mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2009 dari Dapil Jawa Tengah V (Surakarta, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali). Puan Maharani akhirnya terpilih dengan suara terbanyak kedua di tingkat nasional yaitu 242.504 suara.

Di internal PDI Perjuangan, Puan Maharani dipercaya menjadi Ketua Bidang Politik & Hubungan Antar Lembaga yang memiliki peran strategis

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 RadioMadya.com. Designed by -Irsah
Back to top