Berikut kami sajikan 10 Kartini Inspiratif Tahun 2015
Susi Pudjiastuti
Susi Pudjiastuti (lahir di
Pangandaran, 15 Januari 1965; umur 50 tahun)adalah seorang Menteri Kelautan
dan Perikanan dari Kabinet Kerja 2014-2019 yang juga pengusaha pemilik dan
Presdir PT ASI Pudjiastuti Marine Product, eksportir hasil-hasil perikanan dan
PT ASI Pudjiastuti Aviation atau penerbangan Susi Air dari Jawa Barat .
Hingga awal tahun 2012, Susi Air mengoperasikan 50 pesawat dengan berbagai tipe
seperti 32 Cessna Grand Caravan, 9 Pilatus PC-6 Porter dan 3 Piaggio P180
Avanti. Susi Air mempekerjakan 180 pilot, dengan 175 di antaranya merupakan
pilot asing. Tahun 2012 Susi Air menerima pendapatan Rp300 miliar dan melayani
200 penerbangan perintis.
Susi yang lahir pada 15 Januari 1965 di Pangandaran. Ayahnya bernama Haji Ahmad Karlan dan ibunya bernama Hajjah Suwuh Lasminah, keduanya berasal dari Jawa Tengah, namun sudah lima generasi hidup di Pangandaran. Keluarga Susi memiliki usaha ternak, memperjualbelikan ratusan ternak dari Jawa Tengah untuk diperdagangkan di Jawa Barat. Kakek buyutnya adalah Haji Ireng, yang dikenal sebagai tuan tanah di daerahnya. Setelah mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP, Susi melanjutkan pendidikannya ke SMA Negeri 1 Yogyakarta, namun berhenti di kelas 2 karena dikeluarkan dari sekolah akibat keaktifannya dalam gerakan Golput
Retno Marsudi
Retno Lestari Priansari Marsudi (lahir di Semarang, Jawa
Tengah, 27 November 1962; umur 52 tahun adalah Menteri Luar Negeri perempuan
pertama Indonesia yang menjabat dari 27 Oktober 2014 dalam Kabinet Kerja
Presiden Joko Widodo. Sebelumnya dia menjabat sebagai Duta besar Indonesia
untuk Kerajaan Belanda di Den Haag.
Retno Marsudi lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 27
November 1962. Dia menempuh pendidikan menengah atasnya di SMA Negeri 3
Semarang sebelum akhirnya memperoleh gelar S1nya di Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, pada tahun 1985.[3] Ia lalu memperoleh gelar S2 Hukum Uni Eropa di
Haagse Hogeschool, Belanda
Setelah lulus, ia bergabung dengan Kementerian Luar
Negeri Indonesia. Dari tahun 1997 hingga 2001, Retno menjabat sebagai
sekretaris satu bidang ekonomi di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den
Haag, BelandaPada tahun 2001, ia ditunjuk sebagai Direktur Eropa dan
Amerika.[3] Retno dipromosikan menjadi Direktur Eropa Barat pada tahun 2003.
Pada tahun 2005, ia diangkat sebagai Duta Besar Indonesia
untuk Norwegia dan Islandia. Selama masa tugasnya, ia memperoleh penghargaan
Order of Merit dari Raja Norwegia pada Desember 2011, menjadikannya orang
Indonesia pertama yang memperoleh penghargaan tersebut. Selain itu, ia juga
sempat mendalami studi hak asasi manusia di Universitas OsloSebelum masa
baktinya selesai, Retno dikirim kembali ke Jakarta untuk menjadi Direktur
Jenderal Eropa dan Amerika, yang bertanggung jawab mengawasi hubungan Indonesia
dengan 82 negara di Eropa dan Amerika
Retno kemudian dikirim sebagai Duta Besar Indonesia untuk
Kerajaan Belanda pada tahun 2012. Ia juga pernah memimpin berbagai negosiasi
multilateral dan konsultasi bilateral dengan Uni Eropa, ASEM (Asia-Europe
Meeting) dan FEALAC (Forum for East Asia-Latin America Cooperation)
Retno Lestari Priansari Marsudi (lahir di Semarang, Jawa
Tengah, 27 November 1962; umur 52 tahun adalah Menteri Luar Negeri perempuan
pertama Indonesia yang menjabat dari 27 Oktober 2014 dalam Kabinet Kerja
Presiden Joko Widodo. Sebelumnya dia menjabat sebagai Duta besar Indonesia
untuk Kerajaan Belanda di Den Haag.
Retno Marsudi lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 27
November 1962. Dia menempuh pendidikan menengah atasnya di SMA Negeri 3
Semarang sebelum akhirnya memperoleh gelar S1nya di Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, pada tahun 1985.[3] Ia lalu memperoleh gelar S2 Hukum Uni Eropa di
Haagse Hogeschool, Belanda
Setelah lulus, ia bergabung dengan Kementerian Luar
Negeri Indonesia. Dari tahun 1997 hingga 2001, Retno menjabat sebagai
sekretaris satu bidang ekonomi di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den
Haag, BelandaPada tahun 2001, ia ditunjuk sebagai Direktur Eropa dan
Amerika.[3] Retno dipromosikan menjadi Direktur Eropa Barat pada tahun 2003.
Pada tahun 2005, ia diangkat sebagai Duta Besar Indonesia
untuk Norwegia dan Islandia. Selama masa tugasnya, ia memperoleh penghargaan
Order of Merit dari Raja Norwegia pada Desember 2011, menjadikannya orang
Indonesia pertama yang memperoleh penghargaan tersebut. Selain itu, ia juga
sempat mendalami studi hak asasi manusia di Universitas OsloSebelum masa
baktinya selesai, Retno dikirim kembali ke Jakarta untuk menjadi Direktur
Jenderal Eropa dan Amerika, yang bertanggung jawab mengawasi hubungan Indonesia
dengan 82 negara di Eropa dan Amerika
Retno kemudian dikirim sebagai Duta Besar Indonesia untuk
Kerajaan Belanda pada tahun 2012. Ia juga pernah memimpin berbagai negosiasi
multilateral dan konsultasi bilateral dengan Uni Eropa, ASEM (Asia-Europe
Meeting) dan FEALAC (Forum for East Asia-Latin America Cooperation)
Rini Suwandi
Rini Mariani Soemarno atau biasa dikenal Rini Soemarno
(lahir di Maryland, Amerika Serikat, 9 Juni 1958; umur 56 tahun) adalah Menteri
Badan Usaha Milik Negara dalam Kabinet Kerja periode 2014-2019 oleh Presiden
Jokowi sejak 26 Oktober 2014. Sarjana Ekonomi lulusan 1981 dari Wellesley
College, Massachusetts, Amerika Serikat ini adalah termasuk salah seorang
menteri yang diangkat dari kalangan profesional.[1] Sebelumnya ia pernah
menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada Kabinet Gotong
Royong tahun 2001 hingga tahun 2004.
Tahun 1982, setelah mendapat kesempatan bekerja magang di
Departemen Keuangan AS, Rini memutuskan kembali ke Indonesia. Rini bekerja di
Citibank Jakarta. Karirnya terus melesat hingga menggapai kursi Vice President
yang menangani Divisi Coorporate Banking, Marketing and Trainning. Sukses di Citibank
tak membuat Rini lantas berpangku tangan malah menginginkan tantangan yang
lebih besar. Karena itu, pada 1989 ia kemudian memilih pindah ke PT Astra
Internasional untuk dapat terus mengembangkan dirinya. Dengan filosofi ingin
berkarya sebaik mungkin, Rini terus mendaki tangga sukses. Tahun 1990 karirnya
di Astra Internasional berbintang terang. Tahun itu ia dipercaya William
Soeryadjaya, komisaris perusahaan itu, menduduki kursi Direktur Keuangan Astra
Internasional sampai 1998.
Awal 1998, Rini ditarik ke jajaran birokrasi. Ia dipilih
Menteri Keuangan saat itu, Fuad Bawazier, untuk membantunya menjadi asisten
bidang Hubungan ekonomi Keuangan Internasional. Di tahun yang sama, tepatnya
bulan April, pemerintah juga mengangkatnya menjadi Wakil Ketua Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN). Dua jabatan itu hanya dijalani Rini dalam hitungan
bulan. Ada banyak faktor eksternal yang membuat dirinya tidak bisa berkarya
secara maksimal di sana. Rini mengundurkan diri dari dua jabatan tadi dan
kembali ke Astra Internasional.
Rini kembali ke Astra saat perusahaan itu mengalami badai
krisis ekonomi hampir membuat karam. Kerugian induk perusahaan otomotif
terbesar di Indonesia itu pada semester pertama 1998 mencapai Rp 7,36 trilliun.
Ketika itu, jika berkaca pada laporan Presiden Direktur Astra dalam rapat umum
pemegang saham luar biasa (RUPSBL) 8 Februari 1998, boleh dibilang perusahaan
itu sudah bangkrut. Sahamnya sendiri di Bursa Efek Jakarta hanya bernilai Rp
225,- per lembar saham pada September 1998. Bandingkan dengan saat go public
menjelang akhir 80-an yang mencapai belasan ribu rupiah.
Beberapa langkah segera Rini ambil, seperti program
efisiensi usaha melalui pemotongan gaji jajaran eksekutif, penutupan jaringan
distribusi yang kurang strategis, serta pengurangan 20 persen karyawan dari 100
ribu karyawan Astra saat itu. Selain itu, Rini juga mengajak karyawan menjadi
bagian dari pemegang saham Astra sehingga kepentingan pemegang saham,
perusahaan dan karyawan bisa selaras. Langkah lainnya adalah merestrukturisasi
utang Astra Internasional yang mencapai US$ 1 milliar dan Rp 1 trilliun. Akibat
langkah-langkah itu, keuntungan Astra untuk seluruh tahun 1999 mencapai Rp 800
milliar dari kerugian mencapai Rp 1,976 trilliun tahun 1998.
Namun, kerja keras dan prestasi Rini itu berbenturan
dengan pemegang kebijakan. Kapal yang dinahkodainya dinilai Cacuk Sudaryanto,
kepala BPPN yang baru, sebagai tidak kooperatif. Ini berkait dengan rencana
BPPN melepas saham Astra yang dipegang pemerintah. Rini dinilai tidak memuluskan
pelepasan saham itu karena tidak suka pada investor yang dipilih BPPN.
Rini sempat berang dengan tudingan itu dan mengirim surat
kepada Presiden Abdurrahman Wahid. Isinya membantah apa yang diungkapkan Cacuk.
Buntutnya terjadi silang pendapat soal rencana penjualan saham Astra dan
penggantian dirinya. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa 8 Februari
2000, dua tahun setelah ia dipilih dalam ajang yang sama, Rini harus merelakan
kursi Presiden Direktur Astra Internasional kepada Theodore Permadi Rachmat.
Mantan atasannya ketika ia masih menjabat sebagai direktur keuangan perusahaan
itu.
Lepas dari Astra tak berarti Rini habis. Rini masuk ke
perusahaan multimedia Agrakom yang dikenal sebagai pemilik situs Detikcom
sebagai komisaris.
Rini Soemarno merupakan menteri yang berasal dari partai.
Kedekatannya dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga
Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri, membuat dia sering
dikaitkan dengan partai berlambang kepala banteng itu. Namun, mantan Sekretaris
Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo membantah bahwa Rini adalah anggota atau
kader partai. Menurut Tjahjo, Rini sudah dekat jauh sebelum menjadi Menteri
Perdagangan dan Perindustrian era Megawati Soekarnoputri. Rini pun membenarkan
perihal kedekatannya dengan Megawati. Rini menceritakan sejarah kedekatan
ayahnya dengan Presiden Soekarno, ayah Megawati. Dia mengatakan kakak tertuanya
seumuran dan bersahabat dengan Guntur Soekarnoputera (kakak Megawati). Kakak
perempuannya satu sekolah dengan Sukmawati Soekarnoputri (adik Megawati). Namun
secara pribadi, Rini mengaku tak banyak berinteraksi dengan mereka karena umur
jauh berbeda. Setelah menjadi menteri, Rini baru intens berinteraksi dengan
Megawati. Rini membantah kedekatannya dengan Megawati membuat dia terpilih
menjadi Kepala Tim Transisi Pemerintahan Jokowi-JK.
Rossa
Rossa yang memiliki nama lengkap Sri Rossa Roslaina
Handayani (lahir di Sumedang, 9 Oktober 1978; umur 36 tahun) merupakan penyanyi
Indonesia yang melejit lewat tembang-tembang sendunya seperti Nada-Nada Cinta,
Tegar, Hati Yang Terpilih, Atas Nama Cinta, Kini, Ayat-Ayat Cinta, Hey Ladies,
Hati Yang Kau Sakiti, Tega, Cerita Cinta, Pudar, Takdir Cinta, Memeluk Bulan,
Ku Menunggu, Tak Sanggup Lagi, dan Hijrah Cinta. Ia adalah mantan istri Yoyo,
anggota band Padi. Rossa bernaung di bawah label rumah produksi Musica Studios
(Musica) Jakarta. Selain dikenal sebagai Diva Indonesia, Rossa juga dikenal
sebagai Pengusaha Karaoke Keluarga. Diva Karaoke Keluarga yang tersebar di
selurih kota besar Indonesia turut membawa Rossa sebagai deretan pengusaha di
Industri Hiburan Indonesia
Puan Maharani
Puan Maharani (lahir di Jakarta, 6 September 1973; umur
41 tahun)[1] adalah seorang politikus Indonesia yang menjabat sebagai Menteri
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Republik Indonesia pada Kabinet Kerja
(2014–2019). Puan pernah menjabat sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI
untuk tahun 2012 - 2014. Di DPR, Puan Maharani berada di Komisi VI yang
mengawasi BUMN, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta anggota
badan kelengkapan dewan BKSAP (Badan Kerjasama Antar Parlemen), dan juga
sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR menggantikan Tjahjo Kumolo yang
telah menjabat selama sembilan tahun.
Cucu dari Presiden pertama RI Soekarno dan anak dari
Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri dari pernikahannya dengan Taufiq
Kiemas ini sudah mengenal dunia politik sejak usia sangat muda. Ia merupakan
Sarjana Ilmu Komunikasi lulusan Universitas Indonesia dan ia meneruskan tradisi
politik dalam keluarga Soekarno.
Pada tahun 2006 Puan Maharani akhirnya mulai secara aktif terlibat dalam
organisasi politik. Pertama menjadi anggota DPP KNPI Bidang Luar Negeri. Puan
Maharani akhirnya mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2009
dari Dapil Jawa Tengah V (Surakarta, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali). Puan
Maharani akhirnya terpilih dengan suara terbanyak kedua di tingkat nasional
yaitu 242.504 suara.
Di internal PDI Perjuangan, Puan Maharani dipercaya menjadi Ketua Bidang
Politik & Hubungan Antar Lembaga yang memiliki peran strategis
Posting Komentar